Senin, 14 November 2016

Untukmu Sahabat

Sahabat, ingatkah kau?

Kali pertama kita bertemu di tahun ajaran baru perkuliahan, status kita masih maba (mahasiswa baru). Saat itu kita sedang ramai di BAK fakultas kita -entah untuk urusan apa, mungkin menyetor KRS (kartu rencana studi),  yang jelas hari itu semua maba jadi tau nomor stambuknya. Kebanyakan kita belum saling mengenal, kecuali sebagian teman yang kebetulan berasal dari SMA yang sama atau dari lingkungan tempat tinggal yang sama. Begitupun kita. Ada hal menarik di hari itu yang ternyata menjadi perhatianmu  -dan di kemudian hari kau menceritakannya padaku- yaitu bahwa nomor stambuk kita berurutan. Aku 050 dan kau 051. Kau menyadari itu. Ketika kemudian nama-nama kita dipanggil beserta nomor stambuk oleh pegawai BAK, dan tiba giliranku, kau berkata dalam hati, “Oh ini yang nomor stambuknya 050.” Dari situ kau mulai mengenalku walau baru sebatas rupa dan nama, sedang aku belum lagi mengenalmu. Mungkin karena sifatmu yang ceria dan supel, kau bisa dengan mudah mengenali orang. Sementara aku yang cenderung kalem dan pragmatis, tidak demikian. Waktu itu angkatan kita masih menerapkan penataran P4 secara random. Aku penataran di fakultas kita sedang dirimu di fakultas ISIP. Saat opspek semua maba dikembailkan ke fakultasnya masing-masing. Saat itulah aku mulai mengenali wajah sebagian teman-teman maba termasuk dirimu, mungkin karena sifatmu yang ceria itu tadi sehingga mudah dikenali, tapi namamu sama sekali belum aku tau.

Tibalah saatnya kita mengikuti perkuliahan perdana. Teman-teman mulai berkenalan. Yang duduknya berdekatan mulai saling bertegur sapa. Termasuk kita berdua tentu saja.

Awal-awal perkuliahan itu kita belumlah menjadi teman akrab. Sebatas sering berkumpul bersama dengan teman- teman lain saja. Aku justru akrab dengan beberapa  teman lain dan akhirnya kami menjadi geng yang kemana-mana selalu bersama. Sementara dirimu akrab dengan siapa saja tanpa memilih-milih teman. Kau bisa masuk di geng mana saja dan bisa membawa diri dengan baik. Sering saat aku dan gengku berkumpul kaupun juga ikut bergabung bersama kami dan meramaikan suasana dengan keceriaanmu. Dan dimana saja ada dirimu, pasti kami semua terbawa suasana ceria penuh canda tawa. Kau pandai meramu suasana menjadi gembira dengan cerita dan tingkahmu yang kocak. Banyak pengalaman konyolmu yang kau bagi saat kita bersama dan membuat kami semua tertawa.

Menjadi mahasiswa memang menyenangkan. Banyak hal-hal yang tidak kita temukan saat sekolah, tetapi di perguruan tinggi bisa kita dapatkan. Salah satunya kebebasan. Bebas memilih mata kuliah, bebas memilih mau masuk kelas atau tidak (konsekuensinya kehadiran tidak boleh di bawah 75 persen untuk bisa mengikuti ujian), termasuk bebas memilih eksul yang diminati. Di kampus kita, senior-senior mulai sibuk mengiklankan ekskul mereka kepada mahasiswa baru. Dari ngobrol-ngobrol denganmu seputar ekskul, kita berdua ternyata memiliki minat yang sama, yaitu ingin menjadi mahasiswa pencinta alam (Mapala). Waktu itu yang terlintas di benak kita adalah betapa menyenangkannya bisa menikmati keindahan alam.

Proses untuk menjadi mapala pun kita lalui bersama. Ada seorang teman gengku yang juga berminat masuk mapala, jadilah kita bertiga mendaftarkan diri. Mulai dari mengisi formulir, mengikuti materi kelas hingga pendidikan dasar (diksar) di alam bebas. Oh ya, sewaktu pertama kali kita dikumpulkan oleh senior mapala, ternyata angkatan diksar kita ada 12 orang yang terdiri dari 4 perempuan dan 8 laki-laki. Kita semua berkenalan. Yang seangkatan kuliah kita ada 5 orang, sedang yang 7 orang lagi senior. Kita berempat perempuan adalah teman seangkatan hanya saja yang seorang lagi berbeda jurusan. Sejak saat itu kita berempat menjadi teman akrab. Sayangnya, teman gengku itu pindah kuliah kembali ke kotanya. Tinggallah kita bertiga yang langsung menjadi sahabat, kemana-mana selalu bersama. Walaupun aku masih sering berkumpul bersama gengku, tapi waktu untuk kita bertiga berkumpul pun selalu ada. Entah itu di camp (sekretariat mapala) ataupun di rumah salah seorang dari kita. Paling seringnya kita kumpul di rumah A, karena dia memiliki 3 orang saudara yang semuanya perempuan hampir seumuran dengan kita, bahkan 2 orang saudaranya pun anak mapala. Orangtuanya sudah terbiasa dengan aktifitas anak-anaknya, sehingga kita lebih nyaman berkumpul di rumahnya bahkan sampai menginap.

Sahabat, ingatkah kau?

Ada cerita lucu sewaktu diksar. Waktu itu kita sedang mengikuti materi lapangan. Salah seorang senior kita mengajarkan materi ormed (orientasi medan). Setelah selesai materi, satu-persatu kita ditanyai mengenai materi yang baru saja dberikan. Dari seluruh peserta diksar, hampir semua bisa menjawab pertanyaan yang diajukan, kecuali dirimu. Padahal pertanyaan tersebut tidaklah sulit, mungkin pengaruh udara yang sangat dingin di shelter 2 waktu itu sampai jawabanmu tidak benar. Berulangkali ditanya, jawabanmu tetap salah. Teman-teman lain berusaha membantu tapi kau tetap tak mengerti. Dan akhirnya kaupun menyerah. Dengan wajah yang innocent kaupun menjawab, “saya tidak tau kak.” Kontan saja senior-senior yang ada disitu pun tertawa melihat mimikmu saat mengatakan itu. Kami peserta diksar hanya bisa tersenyum karena takut dihukum. Tapi akibat kau tak bisa menjawab, kita semua terkena hukuman (hukumannya bersifat kolektif). Kita dihukum 1 seri (set) yang terdiri dari push up 10 kali, scuat jump 10 kali dan sit up 10 kali. Kadang-kadang kalau ada yang buat salah lagi, senior tidak segan-segan memberi hukuman 3 seri. Berarti kelipatan 3 dari 1 seri. Tentu saja kita tidak sanggup menyelesaikan semua serinya, maka dari itu kita berutang seri yang harus “dibayar” kapanpun senior memintanya. Kita semua akhirnya berhasil menyelesaikan diksar dan memperoleh slayer abu-abu.

Kemudian kita bersama-sama mengikuti Wajib Daki untuk pengambilan slayer kuning (syarat untuk menjadi anggota penuh). Waktu itu yang tersisa tinggal 7 orang, yang 5 lainnya sudah tereliminasi di diksar. Kata orang, jika ingin mengetahui sifat asli seseorang, ajaklah dia naik gunung. Ada benarnya juga, karena dingin yang menusuk sampai ke tulang, belum lagi kelelahan dalam perjalanan mendaki, belum lagi rasa lapar yang mendera, kadang membuat seseorang tidak bisa menahan egonya. Saat itu hari sudah senja ketika kita sampai di padang edelweis. Para senior sudah menunggu. Kita semua langsung dihukum 1 seri karena telat sampai. Tidak tanggung-tangung hukumannya, disuruh berendam di sungai. Tau sendiri kan air sungai di atas gunung dinginnya na’udzubillah. Kalau saja bukan karena Wajib Daki mana mau aku disuruh berendam. Sedangkan mendaki gunung untuk fun saja aku hanya mampu cuci muka dan sikat gigi. Berwudhu pun aku hanya mampu mengusap bukan membasuh, itupun hanya sekali untuk setiap anggota tubuh yang wajib terkena air wudhu (karena yang wajib hanya sekali) saking dinginnya. Tapi begitulah, semua prosesnya harus dijalani jika ingin menjadi anggota penuh. Sekira 15 menit direndam, kita lalu disuruh mendirikan bivak masing-masing tanpa boleh ganti baju alias masih dengan baju basah. Kita segera mencari lokasi masing-masing yang dirasa cocok untuk mendirikan bivak. Aku menemukan lokasi yang aku rasa cocok karena ada 1 pohon dan ilalang-ilalang disekitarnya. Tinggal mencari kayu panjang untuk dijadikan tonggak agar bivaknya bisa berdiri. Setelah mendapatkan empat potong kayu akupun kembali ke tempat yang aku rencanakan untuk bivak. Tapi betapa terkejutnya aku ketika melihat kau sedang sibuk mendirikan bivakmu di situ. Padahal aku sudah lebih dulu meng-kapling tempat itu, dan kau tau itu, sebab aku mengumumkannya dan aku pastikan terdengar oleh teman-teman peserta Wajib Daki yang lain. Aku protes, tapi kau tak menggubris. Alasanmu kau menganggap tempat itu kosong jadi kau putuskan untuk memakainya. Tentu saja kosong, kataku, karena aku masih mencari kayu untuk tonggak. Kita sempat adu mulut saat itu tapi akhirnya aku mengalah. Aku tidak jadi mendirikan bivak karena hari sudah mulai gelap dan aku tidak menemukan lokasi yang dekat dengan teman-teman yang lain. Aku tidak mau mendirikan bivak di tempat yang lebih jauh. Untungnya senior-senior mengerti. Malamnya, kita tidur dalam 1 bivak yaitu di bivak A karena hujan, dan bivakmu terlalu kecil sehingga kecipratan air hujan. Kita bertiga tidur bersempit-sempit sambil menggigil karena tidur dengan baju basah.

Sejak mulai diksar di gunung N hingga Daki Wajib di gunung R tepatnya di padang edelweis, kau selalu menjadi favorit senior-senior. Mereka suka mengganggumu hanya agar mereka bisa tertawa. Kau selalu bisa membuat kami semua  tertawa walaupun tanpa kau sadari. Oh ya, sahabat kita A dulu sewaktu SMA sudah aktif di ekskul pencinta alam, jadi dia sudah berpengalaman di alam bebas. Dia lebih tangkas dan lebih gesit daripada kita berdua. Tapi dibandingkan kalian berdua, akulah yang paling lemah secara fisik. Tubuhku kurus. Berat badanku waktu itu kisaran 38-39 kg. Berat badan A kalo aku taksir mungkin saat itu 43 atau 44 kg. Dan kau, badanmu lebih berisi, mungkin kisaran 46 atau 47 kg.Singkat cerita, akhirnya kita bertujuh resmi menjadi anggota penuh.

Sahabat, ingatkah kau?

Kejadian perebutan tempat bivak itu adalah yang pertama kalinya kita berselisih. Tapi setiap kali terjadi perselisihan, kita selalu saling memaafkan dan tidak sedikitpun mengurangi persahabatan kita. Justru perbedaan itulah yang membuat kita unik. Kita bertiga memiliki karakter yang berbeda. A adalah seorang yang cerdas, mandiri (selalu berusaha menyelesaikan permasalahan atau pekerjaan seorang diri dan tidak mau dibantu), sebaliknya suka membantu orang lain menyelesaikan masalahnya. Lebih bisa berpikir jernih dalam memutuskan sesuatu, tapi cenderung ceroboh dalam melakukan sesuatu. Dia juga panikan dan kerasa kepala. Dan khususnya untuk  masalah “hati” dia cenderung tertutup. Meskipun begitu, dia sangat care dan senang menolong teman. Jika ada yang butuh pertolongan dialah yang lebih dulu menawarkan. Dia selalu berusaha menyenangkan orang lain. Kau sendiri adalah seorang yang agak sulit dimengerti. Kau agak cerewet dan keras kepala. Cenderung tidak peduli hal-hal kecil. Meskipun begitu keceriaanmu membuat hadirmu selalu dirindukan. Kau juga mandiri (ini karena kau tinggal di rumah nenekmu, sebab orangtuamu jauh). Kau pintar masak, pandai mengurus rumah dan pandai mengurus anak. Tantemu punya 3 orang anak yang sejak mereka kecil kau yang mengurus. Kau juga punya saudara-saudara kandung dan saudara-saudara sepupu yang selalu mengandalkanmu untuk mengurus mereka. Kau sangat keibuan di rumah, sebaliknya di luar rumah kau begitu tegar dan kuat bagai batu karang. Tinggal jauh dari orangtua sejak SMA membuatmu lebih cepat dewasa. Tentunya berbeda dengan kami  berdua yang tinggal dengan orangtua, beban hidup tidaklah seberat dirimu. Tapi kau mampu menutupinya dengan keceriaan dan kerianganmu. Jika ada orang yang hanya mengenalmu sekilas, pasti mereka akan berpikir bahwa kau tidak punya beban hidup. Itu karena kau selalu ceria. Menurutku kau hebat dalam hal-hal tertentu yang aku maupun A tidak bisa melakukannya. Mengenai diriku (aku hanya mendengar dari kalian berdua dan dari orang-orang terdekat), pembawaanku kalem, lembut, suka mengalah, sensitif, sangat detail, dan perfeksionis. Nah, berbeda sekali bukan? Kesamaan kita bertiga adalah kita supel, mudah bergaul dengan siapa saja. Sehingga tidak heran kita bertiga begitu dikenal (mungkin karena perempuan yang bergabung di mapala sangat sedikit sehingga mudah dikenali) hingga ke fakultas lain, bahkan ke kampus lain. Oh ya, kita bertiga punya julukan ‘3 rembulan’. Entah siapa yang memulai memberi julukan itu, dan itu melekat hingga sekarang.

Sahabat, ingatkah kau?

Kita bertiga punya ritual, siapa yang berulang tahun harus menraktir, dan yang tidak berulang tahun harus memberi kado. Setiap tahun selama kuliah kita melakukan itu. Kadang-kadang tanpa kado karena maklum saja masih mahasiswa. Kadang-kadang pula traktirannya hanya berupa pisang goreng yang kita nikmati bersama di senja hari di tepi pantai sambl memandangi ombak yang berdebur. Oh ya, kita bertiga juga suka pantai, khususnya aku dan A. Kau sudah terbiasa dengan pantai karena rumah orangtuamu di kampung letaknya dekat dengan pantai. Kau bahkan pandai berenang, sementara aku dan A tidak bisa.

Kadang kalau aku dan A ke rumahmu, kami mendapati kau sedang memasak. Kita lalu makan bersama. Masakanmu enak, kami menyukainya. Kau juga tau sambal kesukaanku dan kau selalu membuatkannya untukku setiap kali aku ke rumahmu. Kadang pula jika kau pulang kampung, aku selalu menitip dibuatkan kue bingka. Ibumu paling jago membuat bingka, apalagi kalau dicampur durian, enak sekali. Dan kau selalu membawakannya untukku. Untuk masalah “hati” pun kita lebih sering bercerita (curhat) berdua ketimbang dengan A. Kau lebih terbuka menceritakan hubunganmu dengan lawan jenis kepadaku, begitupun aku. Sedangkan A, karena dia lebih tertutup untuk hal-hal seperti itu, kitapun jadi agak malu untuk terbuka padanya. A teman yang asyik untuk curhat sebenarnya, karena dia selalu bisa memberikan solusi yang menenangkan. Untuk masalah-masalah yang lain, tempat curhat kita adalah A.

Kadang jika sedang diskusi dengan teman-teman di camp, kalian berdua paling gigih mempertahankan pendapat masaing-masing, tidak ada yang mau mengalah. Itu karena kalian berdua sama-sama keras kepala. Kadang pula kita bertiga sependapat dalam 1 hal, lalu saling mendukung mempertahankan pendapat. Teman-teman diskusi kita sampai kewalahan berdebat dengan kita. Ah, benar-benar seru masa-masa kuliah kita dulu.  

Sahabat, ingatkah kau?

Suatu kali kita pernah pergi mendaki gunung bersama ke padang edelweis. Tujuan sebenarnya adalah ke danau yang terletak di atas gunung itu. Jalur untuk kesana melewati padang edelweis. Waktu itu kalau tidak salah kita ada 10 orang. Perempuan 4 orang; aku, kau, dan yang 2 lagi junior kita. Kita mendirikan tenda di padang edelweis. Esoknya, pagi-pagi setelah sarapan, perjalanan menuju danau pun dimulai. Rencananya siang hari ketika balik dari danau kita langsung berangkat pulang. Kau dan 1 orang junior kita yang perempuan tidak ikut. Kalian berdua mengajukan diri menjaga tenda. Sungguh disayangkan sebenarnya, karena jauh-jauh kesana tapi tidak terus sampai ke danau. Padahal danau tersebut belum begitu dikenal orang. Untuk sampai kesana pun medannya cukup sulit, harus membuka jalur baru, sampai-sampai kita harus memasang string line agar tidak tersesat di perjalanan pulang. Tapi kau tetap pada keputusanmu. Akhirnya kami berdelapan pun berangkat dengan tidak lupa membuat kesepakatan untuk tidak memetik edelweis karena bunga itu sudah mulai langka. Setelah melalui perjalanan yang cukup sulit akhirnya kami menemukan danau tersebut. Saat itu siang hari dan panasnya sangat terik. Tidak ada tempat berteduh karena di atas gunung itu pepohonannya kering meranggas. Kami sangat lelah dan haus. Tapi semua itu terbayar saking puas dan senangnya dapat menemukan danau yang selama ini hanya kami dengar-dengar saja namanya. Kami merasa sangat beruntung. Tidak lama-lama berada di danau, kamipun turun karena akan langsung berangkat pulang. Sesampainya di padang edelweis, dari kejauhan aku melihat kau dan junior kita sedang asik memetik bunga edelweis. Aku menghampirimu dan mengingatkan agar jangan dipetik lagi, tapi kau tidak mengindahkan. Kau terus saja memetik edelweis. Itu menyebabkan kita beradu mulut lagi. Setelah beristrahat sejenak, kitapun segera mengemasi barang-barang. Karena hari sudah sore jadi harus bergegas agar tidak kemalaman di jalan. Kitapun akhirnya pulang.

Sahabat, ingatkah kau?

Saat kau tidak mengindahkan teguranku untuk tidak memetik edelweis lagi itu sangat membekas di hatiku. Bukankah kita sudah sepakat untuk tidak memetiknya?  Tapi mengapa kau melanggar kesepakatan itu? Padahal harusnya kau menjadi contoh untuk junior kita bukannya malah bersama-sama melanggar kesepakatan. Junior kita mencontoh dirimu. Dia tidak mungkin berani memetik edelweis karena takut dimarahi oleh senior-seniornya. Hal seperti itu mungkin menurutmu sepele, tapi menurutku itu hal yang prinsipil.

Keesokan harinya di kampus, aku menghindarimu. Masih kesal rasanya. Seharian itu aku berkumpul dengan gengku. Tapi sehari saja kita tidak bertegur sapa rasanya seperti seminggu. Sungguh aku tidak bisa lama mendiamkanmu. Walau bagaimanapun kau adalah sahabatku. Besoknya, aku yang lebih dulu menegurmu dan akhirnya kita kembali seperti biasa lagi.

Sahabat, ingatkah kau?

Kau yang pertama kali menjulukiku “miss perfect”. Karena menurutmu aku  perfeksionis. Apa-apa harus sempurna. Tulisan rapi, catatan perkuliahan rapi, Lipatan baju di lemari rapi, tempat tidur rapi, dan semua-semuanya harus rapi. “Rapi jali” istilahmu. Kau bahkan pernah berkomentar ketika melihat tempat tidurku yang rapi, “Kalau rapi begini bisa-bisa terlalu nyenyak nanti tidurnya, jadi tidak bisa bangun tahadjud.” Ah, kata-katamu itu masih terngiang hingga sekarang. Kau sahabatku yang selalu menjaga solat lima waktu.

Sahabat, ingatkah kau?

Kita pernah jalan berdua ke lokasi jembatan yang belum jadi. Kau membawa kamera digital. Sampai disana kita foto-foto. Waktu itu belum zamannya handphone, apalagi yang pakai kamera. Sedang asyik foto-foto, tiba-tiba datang seorang ibu minta difoto juga. Kau mengiyakan. Kau potretlah ibu itu beberapa kali dengan berbagai posenya. Setelah itu si ibu minta di antarkan fotonya ke rumahnya. Dia lalu memberikan alamat lengkapnya. Aku sudah punya firasat pasti foto-foto si ibu tidak akan kau antarkan ke rumahnya. Bahkan tidak akan kau cetak fotonya. Sempat aku bilang padamu agar jangan berjanji, tapi seperti biasa kau tidak menggubris. Kau berjanji pada ibu itu akan mengantarkannya. Setelah ibu itu pergi, kita sempat adu mulut lagi. Menurutmu, kau hanya ingin menyenangkan ibu itu, tapi menurutku kau memberi harapan palsu. Kasian ibu itu pasti menunggu-nunggu fotonya. Kau tetap bersikeras hanya ingin menyenangkan hatinya. Aku tau maksudmu baik, tapi bukankah lebih baik jika tidak berbohong? Dan benarlah, foto ibu itu jangankan kau antarkan, kau cetak pun tidak. Ah, betapa kita selalu berselisih untuk hal-hal yang tidak kau anggap penting, sebaliknya menurutku penting.

Sahabat, ingatkah kau?

Waktu kuliah dulu kita bertiga mengidolakan penyanyi yang sama. Semua lagu milik penyanyi itu kita suka. Bahkan A punya semua albumnya (dulu masih berupa kaset). Biasanya kalau kita sedang menginap di rumah A, kita sering memutar lagu favorit kita sambil ikut bernyanyi. Aku dan A menyanyi biasa saja, sementara kau menyanyi dengan penuh penghayatan. Apalagi kalau itu lagu romantis atau lagu patah hati, kau akan menyanyikannya dengan wajah sendu dan dengan mata terpejam. Ah, sungguh pemandangan yang menghibur. Aku dan A pun tertawa jadinya.

Kau dan A suka sekali menyanyi. Suara kalian bagus. Biasanya kalau ada hajatan yang mengundang kita bertiga, pasti kalian berdua dengan senang hati menyumbangkan lagu. Aku biasanya hanya ikut-ikutan menyanyi saja biar ramai. Kalau ada teman yang sedang bermain gitar, kau dan A langsung merubungnya dan minta diiringi bernyanyi. Teman itupun sampai kelelahan dan menyerah karena terlalu lama melayani kalian.
Waktu kuliah dulu kita bertiga selalu bersama. Selalu saling bela jika ada salah seorang dari kita dijelek-jelekkan oleh orang lain. Jika ada orang yang berkata buruk tentangmu, maka aku dan A adalah pembela yang utama dan terdepan. Begitu pula jika ada yang berkata buruk tentangku dan A, maka kau akan jadi pembela utama. Kita selalu saling menyemangati dan memotivasi. Mungkin mereka iri melihat persahabatan kita. Karena walaupun ada riak-riak yang membuat kita berselisih, kita selalu saling mencari, selalu saling membutuhkan, dan selalu saling memaafkan. Dalam suka dan duka kita selalu bersama. Bercanda, tertawa, dan menangis bersama.

Sahabat, ingatkah kau?

Kau lebih dulu diwisuda ketimbang aku dan A. 6 bulan setelah kau wisuda, aku dan A pun diwisuda. Bahagia rasanya telah menyelesaikan kuliah, tetapi juga sedih karena harus berpisah dengan teman-teman kuliah. Singkat cerita, kau kembali ke kampungmu dan menjadi PNS di kotamu. A menjadi PNS juga di salah satu kabupaten yang dekat dari kota P, hanya berjarak 45 menit. Sementara aku bekerja di salah satu kabupaten yang sangat jauh dari kota P, 14 jam perjalanan darat ditambah 2 jam perjalanan laut, juga menjadi PNS.

Sebagai PNS yang bertugas di lapangan, aku menjadi lebih sibuk dari hari ke hari. Kita mulai jarang berkomunikasi karena sibuk dengan urusan masing-masing. Tapi setiap kali aku pulang ke kotaku, yaitu kota P, kita sempatkan untuk kumpul. Kaupun menyempatkan diri untuk datang karena kampungmu lumayan dekat dari kota P, hanya berjarak 2 jam perjalanan. Apalagi kau juga melanjutkan studi S2 di kota P yang perkuliahannya seminggu 2 kali. Kau dan A lebih sering bertemu. Kadang kau menginap di rumahnya jika kau sedang ada mata kuliah. Kadang kalian berdua hang out, nonton atau makan bersama. Aku memang sering absen karena tidak memungkinkan untuk bisa pulang setiap saat.

Kita jalan bareng lagi bulan Maret yang lalu saat ada gerhana matahari total di kotaku. Aku, kau, A, seorang teman gengku, dan keluarga A menyaksikan gerhana matahari dari salah satu spot yang kebetulan disitu ada beberapa orang peneliti dari Jepang. Setelah itu kita makan bersama di rumah keluarga A.  

7 bulan yang lalu aku mendengar kabar bahagiamu, bahwa kau akan menikah dengan seseorang yang sedang menjalin hubungan denganmu kurang dari setahun. Aku turut bahagia mendengarnya, mengingat kau yang paling sering galau urusan jodoh. Pernikahanmu akan dilangsungkan bulan Mei, bulan dimana aku sedang sibuk-sibuknya dengan agenda nasional yang dilaksanakan setiap 10 tahun sekali, yang waktu pelaksanaannya sebulan penuh selama bulan Mei. Sedang sibuk-sibuknya di lapangan, aku jatuh sakit. Aku putuskan untuk pulang ke kotaku agar bisa mendapatkan perawatan lebih. Aku hanya diberi izin seminggu dari kantor. Sementara hari pernikahanmu kian dekat tetapi aku tidak mungkin bisa menambah izin lagi karena pekerjaan lapangan menunggu. Akhirnya aku dan 2 orang teman gengku sepakat untuk ke kampungmu sehari sebelum pernikahanmu. Kau terlihat bahagia saat itu. Kita makan siang bersama di rumahmu. Kami sengaja datang sehari sebelumnya karena keesokan harinya aku sudah harus kembali ke tempat tugasku sedangkan 2 orang teman gengku punya urusan masing-masing yang tidak bisa ditunda. Kau bercerita bahwa kau baru saja ujian tesis 3 hari sebelumnya sehingga fiskmu agak sedikit lelah. Aku bahagia mendengarnya. Aku minta maaf karena tidak dapat menghadiri pernikahanmu besoknya, dan kau memaklumi itu. Besoknya, aku boarding pagi-pagi sekali. Hari itu juga aku sampai di tempat tugas, dan di hari itu juga kau menikah.

2 bulan yang lalu aku kembali lagi ke kotaku. Aku dengar kabarmu telah mengandung 4 bulan. Aku bahagia mendengarnya. aku dan A janjian hang out bareng tanpa dirimu karena kondisimu agak lemah selama trimester pertama. Kami bergantian ngobrol denganmu via hp. kau katakan padaku bahwa kau diharuskan bed rest oleh dokter. Kau tidak diizinkan mengendarai sepeda motor sendiri, jadi setiap kali ke kantor kau diantar jemput oleh suamimu. Aku sarankan agar kau banyak istrahat, jangan dipaksakan ke kantor jika memang kondisimu lemah. Dan kau mengiyakan.

Seminggu yang lalu aku melihat di facebook ada postingan status terbarumu sedang di Rumah Sakit, lengkap dengan foto lenganmu yang diplester, ada tulisan namamu disitu dengan embel-embel ‘nyonya’ di depannya. Kau sedang dirawat karena demam tinggi yang tidak kunjung turun sehingga keluargamu memutuskan untuk membawamu ke Rumah Sakit. Saat itu aku sedang lelah karena baru pulang dari lapangan, ada tugas luar. Aku perhatikan sekilas statusmu itu tapi aku tak ikut berkomentar. Pikirku kau hanya sakit demam biasa, nanti juga sembuh. Waktu itu aku sedang tugas luar ke kabupaten tetangga.

Hari itu Senin tanggal 7 November 2016. Setelah 3 hari tugas luar, aku kembali ke kabupaten dimana kantorku dan kosanku berada. Aku tiba di kosku sekitar pukul 10 pagi, langsung beres-beres kamar, dan melakukan hal-hal rutin lainnya seperti nonton tivi, makan, solat, istrahat. Siang harinya A menelpon. Dia menanyakan apakah aku tau kalau dirimu sedang dirawat di Rumah Sakit, aku mengiyakan, hanya saja aku belum sempat menghubungimu. A sempat menjengukmu di Rumah Sakit. Kau berpesan padanya agar datang lagi menjengukmu hari Senin. Lalu aku dan A ngobrol soal lain. Setelah ngobrol di telpon dengan A, aku langsung mandi kemudian tidur siang.

Sedang nyenyak-nyenyaknya tidur siang, hpku bergetar. Aku lirik sekilas, ternyata telpon masuk dari seniorku di mapala yang memang masih sering berkomunikasi denganku. Dia langsung memberitahukan kabar duka, katanya temanku meninggal. aku yang tadinya masih mengantuk, bertanya padanya siapa temanku yang dimaksud. Dia lalu menyebut namamu. Ya Allah..! mendadak kantukku hilang seketika saking terkejutnya. Aku tidak percaya, kuulangi sekali lagi pertanyaanku, tapi tetap saja jawabannya sama. Innaalillaah..masih juga tidak percaya, begitu seniorku menutup telpon aku langsung menelpon A. A rupanya sudah mendengar kabar itu beberapa menit sebelum aku. Tantemu yang menelponnya. Saat aku telpon A, dia sedang bersiap-bersiap hendak ke Rumah Sakit. Aku tak tahu apa yang harus kulakukan. Aku telpon ibuku siapa tahu saja sempat ke Rumah Sakit untuk mewakili ketidakhadiranku, karena jenazahmu akan langsung dibawa pulang ke kampungmu. Ibuku menyanggupi. Aku telpon juga adik tingkatku semasa kuliah yang merupakan teman mainku sejak kecil karena kami bertetangga (dia juga kenal baik denganmu) untuk ke Rumah Sakit mewakiliku. Aku telpon teman-teman gengku untuk memberitahukan kabar duka ini. Aku lalu update status di facebook untuk mengabari teman-teman kita, seketika postinganku dibanjiri komentar teman-teman yang tidak percaya bahwa kau telah berpulang menghadapNya.

Sahabat, maafkan aku, disaat-saat sakitmu aku tidak menghubungimu karena kesibukanku. Maafkan aku karena tidak ada disaat-saat penting dalam hidupmu yaitu saat kau menikah. Maafkan aku karena tidak ada disaat-saat terakhir hidupmu, bahkan aku juga tidak turut mengantarmu ke peristrahatan terakhirmu.

Sahabat, kepergianmu menyisakan duka yang mendalam. Ditengah-tengah kebahagiaanmu karena semua harapan dan cita-citamu terwujud setelah sekian lama kau menunggu. Kau berhasil menyelesaikan S2 dan bergelar Master, kau menikah 6 bulan yang lalu dan sedang membawa amanah Allah berupa jabang bayi yang berusia 5 bulan lebih di kandunganmu. Sungguh-sungguh kebahagiaan yang tiada tara. Kamipun turut merasakan kebahagiaanmu. Tetapi takdir Allah berkata lain. Betapa singkat kau reguk kebahagiaan itu.

Sahabat, kepergianmu yang begitu tiba-tiba membuatku sadar bahwa ajal bisa datang kapan saja dan tidak seorangpun tau kapan waktunya. Tua, muda, bahkan kanak-kanak, yang sedang sakit bahkan yang sehat wal’afiat, dalam keadaan apapun dan dimanapun juga jika telah tiba ajalnya maka tidak ada seorangpun yang dapat menolaknya. Benarlah apa yang dikatakan Imam Al-Ghazali bahwasanya yang paling dekat dengan diri kita adalah maut karena ia merupakan janji Allah yang pasti datangnya. Dan bahwa setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati. Tinggal bagaimana kita mengisi hidup dengan memperbanyak amal shaleh untuk bekal kita kelak menghadapNya. 
  
Sahabat, tahukah kau?

19 tahun mengenalmu mengajarkanku mengelola emosi, menahan diri untuk tidak sensi. Lama kelamaan aku menjadi terbiasa. Perbedaan karakter kita justru membuat persahabatan kita semakin erat. Tidak banyak persahabatan yang mampu bertahan selama itu jika tidak bisa saling mengerti dan memahami. Menjadi sahabatmu membuatku mengerti, bahwa tidak perlu selalu menjadi sempurna. Bersahabat denganmu membuatku paham arti persahabatan itu sendiri.

Terimakasih sahabat, untuk persahabatan yang indah yang telah kita lalui bersama.

Terimakasih ya Allah, Engkau telah menjadikannya sahabat kami hingga akhir hayatnya. Semoga Engkau menempatkannya di surgaMu yang terindah...




In memoriam my beloved friend...

Kamis, 27 Oktober 2016

Bagaimana Menyikapi Ghibah dan Fitnah?

Edisi tulisan kali ini mungkin agak baper, tersebab sedang terjadi sesuatu yang menggiris hati. Kadang-kadang inspirasi menulis datangnya justru disaat-saat begini..hehe...

Bingung juga tulisan kali ini mau dikasih judul apa.. tapi intinya ini tentang perasaan orang yang dikepo, padahal si pengkepo tidak tau pasti masalah orang tersebut...

Di dunia ini tidak ada orang yang tidak punya masalah. Selagi orang itu masih bernyawa pasti ada saja masalah yang pernah dia hadapi. Entah itu masalah finansial, masalah dengan orangtua, masalah dengan teman-teman, masalah relationship, masalah rumahtangga, dan masalah-masalah lainnya. Selagi masih hidup dan sudah mengerti arti hidup selama itulah masalah akan selalu ada. Tentunya anak bayi belum mengerti arti hidup, ini pengecualian.

Sudah tau manusia itu pasti pernah menghadapi masalah, herannya kok ada saja orang yang kepo dengan masalah orang lain, alih-alih memikirkan masalahnya sendiri.  Parahnya lagi, langsung menjudge seseorang bersalah padahal dia sendiri tidak tau pasti hanya mendengar apa kata orang. Contohnya ketika menonton acara infotainment d tivi. Si selebriti disoroti masalahnya oleh media. Media tersebut mendapatkan informasi hanya dari satu pihak tanpa mengonfirmasi ke pihak lainnya. Atau bisa saja ketika dimintai keterangan mengenai masalah yang sedang dihadapinya si seleb menghindar tidak mau menanggapi. Kemudian media tersebut menyimpulkan sesuka hatinya tanpa dasar yang jelas, agar beritanya laku saja atau agar rating acaranya naik. Maka dibikinlah berita yang seheboh-hebohnya dan kemudian diamini dan dipercaya oleh para pemirsa acara tersebut. Padahal belum tentu seperti itu kenyataannya. Kita kan tidak tau pasti apa sebenarnya yang sedang terjadi. Kita kan tidak tinggal serumah dengan si seleb, tidak bersamanya 24 jam sehari. So, atas dasar apa kita merasa lebih tau masalah yang sedang dia hadapi? Atas dasar apa pula kita men-judge seseorang padahal kita tidak bersamanya setiap waktu? Bahkan kenal pun tidak! Egois dan sangat tidak adil kita bila berlaku seperti itu. Tapi itulah realita...

Kita tidak mungkin bisa mengontrol pikiran orang lain apalagi melarang orang untuk berkomentar. Itu adalah hak asasi. Walaupun komentar-komentar tersebut negatif, berat sebelah, bahkan menyudutkan kita. Sampai-sampai terjadi pembunuhan karakter. Benarlah quote yang mengatakan, “fitnah lebih kejam daripada perbuatan.” Karena sekali seseorang difitnah, akan sangat berdampak pada kehidupan sosialnya. Orang-orang tidak akan percaya lagi pada ucapan maupun perbuatannya, karena sudah termakan fitnah orang lain.

Setiap masalah yang kita hadapi sejatinya adalah ujian dari Allah subhanaahu wa ta’aala. Bila berat terasa, mungkin iman kita sedang stagnan. Perlu di cas lagi. Sebab ketakwaan seseorang berbanding lurus dengan ujian yang menimpanya. Dan bila ada yang mengkepo, mengghibah, maupun memfitnah kita, itu juga ujian untuk kita, sejauh mana kita bisa bersabar dan tawakkal serta menyerahkan urusan hanya kepada Allah saja. Karena hanya Allah yang tau keadaan diri kita lebih dari diri kita sendiri, apalagi orang lain.

Lalu bagaimana menyikapi ghibah dan fitnah yang mendera kita? Jika ternyata ghibah atau fitnah itu sudah tersebar luas, rasanya mustahil untuk mengonfirmasi ke semua orang mengenai kenyataan yang sebenarnya. Lagipula itu akan menambah masalah baru dan membuka aib. Orang-orang akan tau apa sesungguhnya yang terjadi dan mulai membuat ghibah baru. Jadi solusinya...doakan saja kebaikan untuk orang-orang yang telah menyebarluaskan ghibah dan fitnah tentang kita. Semoga mereka diberi hidayah dan diampuni dosa-dosanya oleh Allah subhaanahu wa ta’aala. Lalu kita dapat apa? Bukankah nama baik kita sudah tercemar? Tenang saja, kita akan mendapatkan lebih banyak kebaikan, karena kebaikan (pahala) orang-orang itu pindah ke kita, sementara keburukan (dosa-dosa) kita pindah ke mereka. Mungkin di dunia ini mereka menang, tapi di akhirat nanti kita yang menang sedang mereka tidak mendapatkan apa-apa. Fair kan?

Gimana kalo kita yang pernah mengghibah atau memfitnah orang lain? Mungkin pernah dengan sengaja ataupun tidak sengaja kita melakukan itu. Segeralah bertobat, mohon ampun kepada Allah. Jangan sampai kebaikan (pahala) yang sudah kita kumpulkan hilang tak bersisa karena pindah ke orang lain yang pernah kita ghibahi. Di akhirat kelak kita tidak akan mendapat apa-apa. Rugi sekali bukan?

So, mulai dari sekarang sadari saja bahwa hanya Allah yang paling tau tentang diri pribadi hamba-hambaNya. Biarkan itu jadi urusan Allah saja. Masih banyak hal positif yang bisa kita lakukan daripada mencari-cari cela orang lain kemudian kita ghibahi bahkan sampai memfitnah. Semua kita punya masalah masing-masing. Fokus saja selesaikan masalah sendiri. Mungkin dengan begitu kita akan menemukan solusi  untuk masalah kita. Sadari pula bahwa orang lain juga punya hati. Bagaimana kira-kira perasaannya bila difitnah, begitu juga yang akan kita rasakan jika kita yang mengalami. Ingat, transfer kebaikan dan keburukan itu akan sangat merugikan kita di akhirat nanti. So, be aware! :)     





Selasa, 26 Januari 2016

Awan, Ombak dan Matahari

Beberapa bulan terakhir ini saya mempunyai hobi baru, yaitu memandangi awan. Saya sangat suka memperhatikan awan dengan berbagai macam bentuknya. Kapanpun saat cuaca sedang bersahabat, saya akan menengadah ke langit dan berlama-lama memandang awan yang berarak sambil pikiran saya pun sibuk mengimajinasikan bentuk-bentuk awan tersebut. Ada yang berbentuk kelinci, burung, bahkan naga yang sedang membuka mulut dan menyemburkan api. Ada juga yang terlihat seperti istana yang dikelilingi kabut-kabut layaknya istana di atas awan. Semua pola itu sangat indah menurut saya. Semakin membuat saya mengagumi penciptaNya.

Jika di siang hari yang terik awan-awannya berwarna putih seputih kapas dan ‘berbentuk’ macam-macam, maka di senja hari awan-awannya berwarna orens, jingga hingga ungu. Menikmati awan senja hari di pantai adalah saat-saat yang sangat menyenangkan. Kegiatan ini hampir menjadi rutinitas saya sepulang kantor. Lengkap dengan baju seragam kantor dan tas ransel, saya duduk menikmati senja hari di pantai. Tak lupa sebelumnya mampir membeli pisang goreng untuk pelengkap acara santai itu. Langit senja hari sungguh menawan. Matahari yang hendak terbenam di ufuk barat nampak berwarna orens, sementara pantulan cahayanya membiaskan warna jingga dan ungu pada awan di penjuru langit lainnya. Kadang matahari yang hendak terbenam itu terhalang awan disekitarnya, menyebabkan warna orensnya semburat hingga ke ke permukaan laut membentuk lajur-lajur yang panjang. Indah sekali.  Langit pun menjadi sangat indah dengan gradasi warnanya. Sayangnya warna ungu tidak selalu muncul. Sesekali saja. Entah bagaimana proses pembentukan warna-warna ini terjadi, hanya penciptaNyalah yang tahu. Memandangi langit senja hari membuat saya tak henti-hentinya mengucap tasbih.

Yang namanya pantai tentu tidak lepas dari ombak. Dari dulu saya memang sangat menyukai pantai, laut dan ombaknya. Menatap ombak yang berkejaran menimbulkan perasaan damai dan tenang di hati. Sangat ampuh untuk mengobati stress apalagi sakit hati..hehe.. sejauh mata memandang yang terlihat hanyalah hamparan ombak yang bergulung dengan irama yang teratur. Ombak itu susul menyusul, berkejaran hingga ke pantai dan akhirnya pecah berdebur di bibir pantai. Ombak yang dibelakang seperti berusaha mendahului ombak yang didepannya tapi selalu saja ombak yang di depan sampai duluan di bibir pantai. Kemudian kembali berkejaran lagi. Begitu seterusnya, seakan ada satu komando yang mereka ikuti dengan patuh dan tak bosan-bosan. Irama deburannya menciptakan sensasi rasa yang ‘aneh’. Perasaan damai tetapi sekaligus juga perasaan takut pada kekuatan yang menciptakannya. Andai saja ombak itu tidak patuh, maka akan bertabrakan dan membuat gelombang yang acak. Iramanya pun menjadi tidak teratur bahkan berantakan. Sungguh tidak dapat menimbulkan rasa damai dan tenang di hati. Tetapi ombak hanyalah ciptaan yang juga patuh pada titah penciptaNya. Memandangi ombak selalu membuat saya merasa kecil tak berarti. Selalu membuat saya merasa tak berdaya dan tak punya kekuatan apa-apa,  sebab saya, juga ombak itu adalah ciptaanNya. Dialah Allah yang Maha Mencipta. Allah ‘azza wa jalla, Sang Kreator, Sang Arsitek Alam. Saya bayangkan jika Sang Maha Segalanya ini murka, kemudian diperintahkannya ombak itu menjadi liar tak terkendali, maka jadilah musibah yang sangat mengerikan. Badai hingga tsunami. Itupun sudah membuat manusia kalang-kabut tunggang-langgang mencari selamat. Itupun belum seberapa karena tidak semua lautan yang diperintahkan untuk itu. Bagaimana jika semua lautan di dunia ini mengamuk? Mungkin saja kehidupan di bumi akan musnah tak bersisa. Itu baru musibah dari lautan. Lalu bagaimana jika bumi berguncang dengan dahsyatnya? Allahu Akbar! Saya tak sanggup membayangkan…

Awan, ombak dan matahari adalah ciptaanNya. Diciptakan agar kita dapat menikmati keindahanNya sambil mentadabburi ayat-ayat kauniyahNya. Menikmati alam seharusnya membuat kita berpikir akan kebesaran dan kekuasaanNya yang tiada tertandingi. Dialah yang menciptakan segala sesuatu dan segala sesuatu itu tunduk pada perintahNya baik suka maupun terpaksa. Subhanallah!

Minggu, 20 Desember 2015

LEMBAGA MANAKAH YANG BERWENANG MENGELUARKAN DATA PENERIMA PROGRAM BANTUAN?

Polemik Raskin dari PPLS2011 hingga PBDT2015

Beberapa waktu yang lalu ada seorang pimpinan salah satu instansi pemerintah di Kabupaten Banggai Laut yang menghubungi saya via telepon. Beliau menanyakan tentang jumlah rumah tangga sasaran (RTS) berdasarkan data Program Perlindungan Sosial (PPLS2011) yang pendataannya dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2011 yang lalu. Data tersebut menurut beliau akan digunakan sebagai dasar penyaluran beras miskin (raskin) dalam rangka Sail Tomini untuk 2784 RTS yang masing-masing memperoleh 15 kg beras. Sebenarnya data RTS penerima program bantuan dari pemerintah sudah ada di Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD)  yang berada langsung di bawah Wakil Bupati. Tetapi menurut pimpinan instansi tersebut data berdasarkan nama dan alamat (by name by address) penerima program raskin tidak ada di Sekretariat Daerah (Setda). Jika benar data tersebut tidak ada, lalu dari mana pemerintah daerah bisa menentukan siapa-siapa saja penerima raskin pada program Raskin yang masih berjalan? Menurut beliau lagi, kemungkinan data tersebut ada di Setda Kabupaten Banggai Kepulauan karena Kabupaten Banggai Laut merupakan pemekaran dari Kabupaten Banggai Kepulauan yang mekar pada tahun 2012. Saya lalu menyarankan untuk mengajukan permintaan data ke Setda Banggai Kepulauan. Tetapi karena pimpinan instansi tersebut tahu bahwa BPS yang melakukan pendataan PPLS2011 dan berhubung waktu pembagian raskin sudah dekat, akhirnya beliau meminta data by name by address tersebut ke BPS.
Sebenarnya yang memiliki kewenangan untuk mengeluarkan data by name by address adalah TNP2K, bukan BPS. Data PPLS2011 yang diserahkan oleh BPS diolah lagi oleh TNP2K yang merupakan unit kerja di bawah koordinasi langsung Wakil Presiden RI. Selanjutnya data tersebut digunakan sebagai basis data terpadu (BDT) untuk berbagai program perlindungan sosial yang dicanangkan oleh pemerintah pusat maupun daerah sehingga nama-nama penerima bantuan hanya dikeluarkan oleh TNP2K sesuai proposal bantuan yang diajukan oleh pemerintah atau instansi terkait.  Setelah diolah oleh TNP2K, data tersebut langsung dikirim ke Pemerintah Daerah (Pemda). Untuk level provinsi hingga kabupaten terdapat Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) yang diketuai oleh Wakil Kepala Daerah. Di provinsi, TKPKD berada di bawah Wakil Gubernur sedangkan di kabupaten/kota berada di bawah Wakil Bupati. Jadi, jika ada instansi terkait yang membutuhkan data by name by address untuk keperluan program bantuan seharusnya menanyakan langsung ke TNP2K atau ke TKPKD, bukan ke BPS karena posisi BPS hanya pada proses pendataan PPLS2011, sama sekali  tidak terkait dengan penentuan kriteria penerima Raskin maupun nama-nama penerima program bantuan sosial lainnya.
Alur inilah yang selama ini kurang dipahami oleh masyarakat luas maupun SKPD. Mereka beranggapan BPSlah satu-satunya pihak yang bertanggung-jawab terhadap penurunan jumlah penerima raskin. Padahal, berdasarkan metode proxy mean test (PMT) yang digunakan untuk mengolah data PPLS2011 dimana semua rumah tangga yang masuk dalam basis data terpadu diperingkat berdasarkan status kesejahteraannya, diperoleh bahwa  mereka yang didata pada PPLS2011 tidak serta merta menjadi rumah tangga sasaran penerima bantuan. Ditambah lagi kriteria penerima berbagai program perlindungan sosial ditentukan oleh TNP2K dan lembaga yang terkait dengan program tersebut. Untuk program Raskin, kriteria penerimanya ditentukan oleh TNP2K bersama dengan Kementerian Koordinator Bidang Kesra, bukan dengan BPS. Itulah sebabnya mengapa jumlah penerima bantuan berdasarkan hasil pendataan PPLS2011 yang dilakukan oleh BPS tidak sama dengan jumlah penerima bantuan setelah data tersebut diolah oleh TNP2K. Rata-rata di Sulawesi Tengah maupun di Indonesia pada umumnya mengalami penurunan jumlah penerima bantuan yang signifikan.
Mungkin masih banyak masyarakat yang belum mengetahui apa sesungguhnya tupoksi BPS. Badan Pusat Statistik (BPS) merupakan Lembaga Pemerintah Non-Kementerian yang berperan sebagai penyedia data bagi pemerintah dan masyarakat. Data dan informasi statistik  yang  dihasilkan oleh  BPS  digunakan  sebagai dasar  untuk  menyusun  perencanaan, melakukan  evaluasi,  membuat  keputusan,  dan memformulasikan  kebijakan. Secara knowledge, digunakan sebagai alat analisis baik analisis deskriptif maupun inferensial. Di  bidang  ekonomi, data yang banyak dimanfaatkan oleh para pengguna data antara lain data inflasi, pertumbuhan ekonomi, statistik  perhubungan dan  pariwisata,  statistik  ekspor  dan  impor, statistik  industri,  dan  statistik pertanian.  Sedangkan di  bidang  sosial, data  yang  banyak dimanfaatkan para pengguna data antara lain data kemiskinan,  pengangguran, penduduk, dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Data PPLS2011 termasuk dalam data bidang sosial ini. Tujuan pendataan PPLS2011 sendiri adalah untuk mendapatkan data 40% rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan terbawah di seluruh Indonesia yaitu sekitar 25 juta rumah tangga. Setelah diolah, data ini akan dijadikan basis data terpadu untuk berbagai program sosial yang dicanangkan oleh pemerintah.
Pada bulan Juni-Juli 2015 yang lalu telah dilakukan pencacahan PBDT (Pemutakhiran Basis Data Terpadu) yang merupakan pemutakhiran dari data PPLS2011. PBDT2015 dilaksanakan serentak di 34 provinsi di seluruh Indonesia. Di Sulawesi Tengah, PBDT dilaksanakan di 12 kabupaten/kota, 149 kecamatan, 147 kelurahan dan 1593 desa. PBDT2015 ini bertujuan untuk memperoleh keterangan rumah tangga dan individu anggota rumah tangga yang akan digunakan sebagai data informasi mutakhir. Target rumah tangga yang didata sama dengan PPLS2011 yaitu 40% rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan terbawah. Dengan kata lain, data PPLS2011 nantinya tidak lagi dijadikan dasar untuk program-program perlindungan sosial karena sudah dimutakhirkan melalui PBDT2015. Data ini akan dijadikan acuan untuk penetapan berbagai program perlindungan sosial diantaranya Program Keluarga Sejahtera, Program Indonesia Pintar, Program Indonesia Sehat, Beras untuk Rakyat Miskin (Raskin), dan Program Keluarga Harapan (PKH).       
Sekali lagi, penting untuk dipahami bahwa BPS hanya menyediakan data yang dibutuhkan masyarakat sebagai pengguna data. Selanjutnya data tersebut menjadi dasar penentuan kebijakan bagi para stakeholder dalam hal ini kementerian/kembaga terkait untuk mengambil keputusan. BPS sama sekali tidak memiliki kewenangan untuk menentukan siapa-siapa saja yang berhak menerima program bantuan apapun termasuk program Raskin.
PBDT2015 kemarin sudah tersosialisasi dengan baik melalui pertemuan dengan para stakeholder dan juga melalui Forum Komunikasi Publik (FKP) yang dilaksanakan di setiap kecamatan. BPS berharap melalui pertemuan dan FKP tersebut dapat memberi pemahaman akan pentingnya PBDT2015 untuk program perlindungan sosial yang akan diberikan oleh pemerintah. Penting juga untuk masyarakat ketahui alur program bantuan ini yaitu dari BPS ke TNP2K. Dalam hal ini peran serta pemerintah daerah untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat maupun di SKPDnya sendiri sangat diharapkan  sehingga ke depannya data PBDT2015 tidak akan ada masalah. Kita tunggu saja hasilnya.

Kamis, 06 Maret 2014

Ternyata...

Seperti biasa setiap hari jumat, jam kerja pegawai dimulai dari pukul 7.00 pagi. Dan pagi ini, seperti biasanya juga, saya bersiap-siap hendak ke kantor. Pagi ini saya memakai baju batik karena tidak ada kegiatan senam. Biasanya jumat pagi pegawai BPS bermain volley ball. Karena tidak bisa bermain volley makanya hampir setiap jumat pagi beberapa pegawai terutama yang perempuan tidak menggunakan seragam olahraga termasuk saya.  Sesekali saya melirik jam dinding. Masih pukul 6.40. Saya sedikit bergegas. Rutinitas berlama-lama di depan cermin saya persingkat. Lotion juga saya sapukan seadanya. Kecuali jilbab yang agak lama prosesnya karena harus benar-benar diperhatikan setiap detailnya. Mulai dari kemiringannya, kedua sisinya yang harus simetris, hingga bagian atas kepala yang harus rapi tidak boleh ada kerutan. Selesai dengan urusan jilbab, saya lalu merapikan tas ransel yang selalu setia menemani saya ke kantor. Tas ransel itu adalah tas kegiatan ST2013 yang dibagikan saat pelatihan bulan April 2013 yang lalu. Warnanya hijau, warna favorit saya. Bermerek pula. Mereknya BPS :D

Setelah semua persiapan selesai, sekali lagi saya melirik jam dinding. 6.50. Itu artinya 10 menit lagi pukul 7. Agak terburu-buru saya memakai kaos kaki, kemudian bergegas meraih kunci motor dan kunci kamar kost yang tergantung di dinding. Tas ransel saya sampirkan di pundak. Selesai mengunci pintu, saya langsung memakai sepatu yang memang sengaja saya taruh di luar untuk mempercepat gerakan. Kamar kost saya berada di lantai 2. Aktivitas naik turun tangga sudah tidak terasa melelahkan lagi seperti awal-awal pertama kali kost disini. Bahkan sekarang saya menikmatinya, menganggapnya sebagai kegiatan olahraga.

Tiba di bawah, saya langsung menyalakan motor. Butuh sekitar 3 menit untuk memanaskannya terlebih dulu sebelum siap dikendarai. 3 menit kemudian, saya pun meluncur ke kantor.   


Kompleks perkantoran disini terletak di atas gunung.  Ada 2 jalan menuju kantor. Satu jalan yang dekat, yang satunya lagi jalan yang jauh memutar. Jalan yang dekat ini yang paling sering dilalui. Saya pun melewati jalan ini. Tiba di jalanan yang menanjak, terlihat di kejauhan lautan di sisi kiri jalan dengan pulau berbentuk lonjong di tengahnya. Terdapat jurang kecil dengan pohon-pohon yang membatasi jalan dengan rumah-rumah penduduk dibawahnya. Berbelok ke kanan,  terlihat lautan yang membentang luas di sisi kanan bawah dan hamparan rumah-rumah penduduk di ujung barat dayanya. Sebagian lautan itu seperti dipagari oleh pulau dikejauhan. Sungguh pemandangan yang menawan hati. Bagi orang yang baru pertama kali datang kesitu, pasti akan takjub melihat pemandangan tersebut.  Saya pun demikian. Lautan yang membentang itu selalu menjadi obyek foto saya.

Arsitektur kantor saya berbeda dengan kantor lainnya di kompleks perkantoran ini. Kantor saya ‘penampakan’nya khas bangunan kantor BPS lainnya di seluruh Indonesia. Berbentuk kubus, berwarna putih abu-abu. Minimalis. Kantor saya berada di sisi kiri jalan. Letaknya pun lebih tinggi daripada kantor lainnya yang berjejer di kiri kanan sehingga kantor ini pun jadi terlihat seperti villa. Dari teras depannya, mata leluasa memandang. Lautan biru yang terbentang luas, pulau yang hijau berbentuk lonjong di sebelah selatannya, pulau-pulau di kejauhan yang terlihat samar di sebelah baratnya dan rumah-rumah penduduk di sebelah barat daya, serta pepohonan hijau yang rimbun yang membatasi pegunungan dan perkampungan di bawahnya. Sungguh menakjubkan! Betapa hebat arsitek alam yang mendesainnya. Subhanallah!

Tidak lebih dari 5 menit –karena agak dibalap- saya tiba di kantor. Di depan pagar kantor lebih tepatnya. Saya sedikit terkejut dan heran karena pagar itu masih digembok. Ada apa gerangan? Kemana semua orang? Pada telatkah bangunnya? Ini sudah hampir pukul 7! Mestinya pagarnya sudah dibuka dari tadi dan pegawai yang lainnya pun sudah berdatangan. Saya yakinkan lagi bahwa hari ini hari jumat, bukan kamis, apalagi sabtu. Tapi sungguh saya tidak menemukan alasan mengapa teman-teman saya belum pada datang dan OB kantor juga belum membuka pagar. Hmmm… saya melihat sekeliling. Sepi. Saya tidak terlalu heran dengan pegawai kantor lainnya kalau jam segini belum datang. Jadi saya merasa biasa saja. Karena pagar masih digembok, saya pacu motor saya pelan-pelan sambil melihat kantor-kantor lain. Wah, ternyata kantor lain yang bersebelahan dengan kantor saya pagarnya masih digembok juga. Saya terus melaju pelan-pelan. Semakin terheran-heran saya melihat kantor-kantor yang saya lewati lengang. Tidak ada satupun pegawai. Tidak ada aktifitas. Bahkan jalanan sepi. Ada dua kendaraan bermotor dari arah berlawanan tetapi pengendaranya tidak memakai baju batik atau seragam olahraga. Ada apa sebenarnya dengan hari ini?

Setelah yakin bahwa memang tidak ada aktifitas kantor alias libur yang entah disebabkan oleh apa, saya pun cepat-cepat memacu motor saya, khawatir ada yang memperhatikan. Saya bisa malu nanti. Saat itulah baru saya teringat… jangan-jangan hari ini hari raya Imlek! Saya hubung-hubungkan dengan status BBM teman-teman semalam dan display picture mereka yang ada simbol-simbol Imlek berikut tulisan Gong Xi Fa Cai. Saya teringat juga 2 hari sebelumnya teman saya menanyakan via BBM rencana weekend di tiga hari libur. Waktu itu saya bilang kerja, turun lapangan yang memang saya rencanakan sore ini menyeberang pulau ke tempat tugas. Ternyata hari ini hari libur! Hadeewh..!  
    
Sesampainya di kost, saya bergegas naik sebelum ada yang menyadari kehadiran pegawai teladan ini. Masih belum yakin kalau hari ini Imlek, yang pertama kali saya lakukan setelah membuka pintu adalah melihat kalender. Ternyata benar, hari ini hari raya Imlek! Oh My God… :D

Pelajaran berharga hari ini:
  •  Jangan lupa melihat kalender. 
  •  Kalau ada yang tanya soal rencana weekend, segera cocokkan dengan kalender.
  •  Kalau ada status BBM maupun display picture teman-teman  yang mengindikasikan hari libur, segera periksa kalender.
:D

Senin, 17 Februari 2014

Sepatu Para Pencacah

Secara administrasi, Kecamatan Banggai Tengah masuk dalam wilayah Kabupaten Banggai Laut. Namun dalam direktori BPS, kode Kabupaten untuk Banggai Laut belum ada sehingga semua Kecamatannya masih tercatat dalam wilayah Kabupaten Banggai Kepulauan. 


Untuk ST2013, Kecamatan Banggai Tengah mendapat jatah 2 tim. Masing-masing tim terdiri dari 4 orang dengan wilayah kerja masing-masing tim 4 desa. Total desa di Banggai Tengah ada 8 desa yang terbagi atas 18 blok sensus. 18 BS ini dibagi 2 menjadi 9 blok sensus untuk masing-masing tim.


Jika dilihat dari kekompakan tim, tim 2 lebih kompak dibanding tim 1. Ini dikarenakan wilayah tugas tim 1 di desa-desa bagian atas dan jauh. Rumah para petugasnya pun berjauhan. Sedangkan tim 2, desa-desa wilayah tugasnya di bagian bawah, desanya sambung-menyambung dan terletak di poros jalan. Rumah para petugasnya pun berdekatan. Ini juga memudahkan Kortim mengumpulkan petugas di pagi hari untuk briefing sebelum mencacah.  


Para petugas tim 2 ini sangat bersemangat dan benar-benar menghayati pekerjaan mereka sebagai pencacah. Sebelum pukul 07.00 pagi mereka sudah berkumpul di rumah Kortim lengkap dengan atribut pencacah dan memakai sepatu pula. Saya pernah mengatakan pada mereka sebaiknya tidak usah memakai sepatu karena kondisi cuaca yang sering hujan dan jalanan yang becek, kasian sepatunya nanti kotor dan cepat rusak. Tapi mereka malah menjawab, “Kami menghargai pekerjaan bu, karena menjadi petugas BPS tidak mudah. Banyak yang ingin, tapi hanya kami yang terpilih. Kami bangga menjadi petugas BPS…” Saya tersenyum mendengar itu. Kata mereka lagi, bentuk penghargaan dan rasa bangga menjadi bagian dari BPS adalah dengan memakai sepatu ketika mencacah. Wah, saya terharu. Cepat-cepat saya memalingkan wajah ke arah lain karena tiba-tiba saja mata saya jadi berkaca-kaca… 


Selama masa pencacahan berlangsung yang hampir sebulan lamanya, selama itu pula petugas saya memakai sepatu setiap kali mencacah. Tidak lupa dengan atribut lengkap ST2013. Bahkan petugas MK dari Kabupaten yang melakukan monitoring di wilayah kerja tim 2 –ketika saya tanyakan mengenai petugas yang bersepatu, hanya untuk meyakinkan saja apa benar mereka memang bersepatu setiap kali mencacah- mengakui bahwa memang petugasnya bersepatu. Padahal ketika MK datang kesitu, hari sudah senja, menjelang magrib. Saya sendiri tidak tau kalau petugas MK akan turun hari itu di Kecamatan Banggai Tengah. Hari itu saya sedang sakit flu sehingga tidak sempat turun lapangan dan tidak sempat pula menginformasikan ke petugas tim 2 akan adanya tim MK. Alhamdulillah penilaian dari tim MK untuk petugas memuaskan. :)
 

Bukan hanya soal sepatu yang membuat saya salut dengan tim 2 ini. Soal kedisiplinan  juga. Saya pernah datang ke rumah Kortim pukul 7.00 pagi, berharap bisa menghadiri briefing mereka. Begitu sampai di rumah Kortim, tidak ada satupun petugas. Istri Kortim mengatakan baru saja mereka selesai briefing dan langsung menuju rumah responden yang sudah menjadi target masing-masing. Saya terlambat!


Seperti umumnya di pedesaan, masyarakat yang berkebun kerap menginap di kebun hingga berhari-hari. Jika sedang berada di kampung, maka mereka berangkat ke kebun pagi sekali. Pukul 07.00 pagi jangan harap masih bisa bertemu dengan mereka. Sekali pergi bisa berhari-hari di kebun karena kebunnya jauh dan tidak efisien untuk bolak-balik setiap harinya. Petugas tim 2, berdasarkan instruksi Kortim, sudah menunggu di depan pintu rumah responden jam 5 subuh, dengan maksud begitu respondennya membuka pintu untuk keluar rumah, langsung dicegat dan didata terlebih dahulu. Jika tidak begitu maka akan susah menemui responden tersebut. Bayangkan saja, jam 5 subuh! Tapi mereka tetap bersemangat... mereka sadar akan tanggung-jawab sebagai pencacah dan selalu mematuhi Kortim. 


Saking semangatnya, pencacah 3 mengunjungi rumah pencacah 1 untuk dimutakhirkan berhubung rumah pencacah 1 berada dalam blok sensus yang merupakan wilayah tugas pencacah 3. Sementara itu pencacah 1 sedang memutakhirkan blok sensus lain yang menjadi wilayah tugasnya sehingga ketika pencacah 3 mengunjungi rumahnya, pencacah tersebut hanya bertemu dengan istri pencacah 1. Istrinya lalu mengatakan kenapa tidak tanyakan langsung pada suaminya saja, kan tiap hari juga bertemu di rumah Kortim?… :D


Saya teringat ketika pertama kali saya membagikan uang transport. Uang transport tersebut diberikan dalam 2 tahap. Tahap 1 untuk 16 hari pertama dan tahap kedua untuk 16 hari berikutnya. Waktu itu saya mengumpulkan tim 1 dan tim 2 di rumah Kortim 2. Salah seorang petugas dari tim 2 langsung berkomentar setelah uang transportnya saya berikan, “Ini enaknya jadi mitra BPS, belum kerja sudah dibayar…” Disambung komentar petugas lain, “Dan tidak dipotong honornya…” Kamipun tertawa. Hmmm… Cuma BPS yang bisa begitu. 


Cuaca memang kurang bersahabat pada bulan Mei. Hampir setiap hari hujan. Tetapi hal itu tidak menyurutkan semangat tim 2. Dengan semangat mereka berkata, “Cuaca tidak boleh dijadikan halangan bu, begitu yang disampaikan oleh ibu Kepala BPS waktu kita pembukaan pelatihan.” Saya agak terkejut mendengar itu. Tidak menyangka petugas ini masih ingat apa yang disampaikan oleh KBPS Bangkep waktu pembukaan pelatihan petugas. Saya sendiri tidak ikut hadir di TC yang dibuka oleh KBPS karena saya sedang bertugas sebagai MC di TC lain yang dibuka oleh Kabid IPDS Propinsi Sulteng. 


Jika mereka ditanya oleh responden: “Petugas dari mana?” Mereka tidak langsung menjawab, hanya memperlihatkan ID card dimana tertera nama mereka berikut nomor pencacah dan ada logo BPSnya. Wah, mereka benar-benar bangga bisa terlibat dalam kegiatan BPS. 


 Demikianlah sekilas mengenai dedikasi para pencacah ST2013 di Kecamatan Banggai Tengah, yang meskipun hari hujan tetap bersepatu serta rela menahan kantuk dan mencacah di subuh hari demi mendapatkan data dari responden. Walaupun mereka hanya mitra, tetapi loyalitas dan semangat bekerjanya tidak kalah dengan pegawai BPS.



Tulisan ini diikutkan dalam lomba menulis dalam rangka Hari Statistik Tahun 2013
Ditulis oleh Nurfiani Ampen, S.E., KSK Kec. Banggai Tengah