Beberapa bulan terakhir ini saya mempunyai
hobi baru, yaitu memandangi awan. Saya sangat suka memperhatikan awan dengan
berbagai macam bentuknya. Kapanpun saat cuaca sedang bersahabat, saya akan
menengadah ke langit dan berlama-lama memandang awan yang berarak sambil
pikiran saya pun sibuk mengimajinasikan bentuk-bentuk awan tersebut. Ada yang
berbentuk kelinci, burung, bahkan naga yang sedang membuka mulut dan
menyemburkan api. Ada juga yang terlihat seperti istana yang dikelilingi
kabut-kabut layaknya istana di atas awan. Semua pola itu sangat indah menurut
saya. Semakin membuat saya mengagumi penciptaNya.
Jika di siang hari yang terik
awan-awannya berwarna putih seputih kapas dan ‘berbentuk’ macam-macam, maka di
senja hari awan-awannya berwarna orens, jingga hingga ungu. Menikmati awan
senja hari di pantai adalah saat-saat yang sangat menyenangkan. Kegiatan ini
hampir menjadi rutinitas saya sepulang kantor. Lengkap dengan baju seragam
kantor dan tas ransel, saya duduk menikmati senja hari di pantai. Tak lupa
sebelumnya mampir membeli pisang goreng untuk pelengkap acara santai itu.
Langit senja hari sungguh menawan. Matahari yang hendak terbenam di ufuk barat
nampak berwarna orens, sementara pantulan cahayanya membiaskan warna jingga dan
ungu pada awan di penjuru langit lainnya. Kadang matahari yang hendak terbenam
itu terhalang awan disekitarnya, menyebabkan warna orensnya semburat hingga ke
ke permukaan laut membentuk lajur-lajur yang panjang. Indah sekali. Langit pun menjadi sangat indah dengan gradasi
warnanya. Sayangnya warna ungu tidak selalu muncul. Sesekali saja. Entah
bagaimana proses pembentukan warna-warna ini terjadi, hanya penciptaNyalah yang
tahu. Memandangi langit senja hari membuat saya tak henti-hentinya mengucap
tasbih.
Yang namanya pantai tentu tidak
lepas dari ombak. Dari dulu saya memang sangat menyukai pantai, laut dan
ombaknya. Menatap ombak yang berkejaran menimbulkan perasaan damai dan tenang
di hati. Sangat ampuh untuk mengobati stress apalagi sakit hati..hehe.. sejauh
mata memandang yang terlihat hanyalah hamparan ombak yang bergulung dengan
irama yang teratur. Ombak itu susul menyusul, berkejaran hingga ke pantai dan
akhirnya pecah berdebur di bibir pantai. Ombak yang dibelakang seperti berusaha
mendahului ombak yang didepannya tapi selalu saja ombak yang di depan sampai
duluan di bibir pantai. Kemudian kembali berkejaran lagi. Begitu seterusnya,
seakan ada satu komando yang mereka ikuti dengan patuh dan tak bosan-bosan. Irama
deburannya menciptakan sensasi rasa yang ‘aneh’. Perasaan damai tetapi
sekaligus juga perasaan takut pada kekuatan yang menciptakannya. Andai saja
ombak itu tidak patuh, maka akan bertabrakan dan membuat gelombang yang acak.
Iramanya pun menjadi tidak teratur bahkan berantakan. Sungguh tidak dapat
menimbulkan rasa damai dan tenang di hati. Tetapi ombak hanyalah ciptaan yang
juga patuh pada titah penciptaNya. Memandangi ombak selalu membuat saya merasa
kecil tak berarti. Selalu membuat saya merasa tak berdaya dan tak punya
kekuatan apa-apa, sebab saya, juga ombak
itu adalah ciptaanNya. Dialah Allah yang Maha Mencipta. Allah ‘azza wa jalla,
Sang Kreator, Sang Arsitek Alam. Saya bayangkan jika Sang Maha Segalanya ini
murka, kemudian diperintahkannya ombak itu menjadi liar tak terkendali, maka
jadilah musibah yang sangat mengerikan. Badai hingga tsunami. Itupun sudah
membuat manusia kalang-kabut tunggang-langgang mencari selamat. Itupun belum
seberapa karena tidak semua lautan yang diperintahkan untuk itu. Bagaimana jika
semua lautan di dunia ini mengamuk? Mungkin saja kehidupan di bumi akan musnah
tak bersisa. Itu baru musibah dari lautan. Lalu bagaimana jika bumi berguncang
dengan dahsyatnya? Allahu Akbar! Saya tak sanggup membayangkan…
Awan, ombak dan matahari adalah ciptaanNya.
Diciptakan agar kita dapat menikmati keindahanNya sambil mentadabburi ayat-ayat
kauniyahNya. Menikmati alam seharusnya membuat kita berpikir akan kebesaran dan
kekuasaanNya yang tiada tertandingi. Dialah yang menciptakan segala sesuatu dan
segala sesuatu itu tunduk pada perintahNya baik suka maupun terpaksa.
Subhanallah!