Secara administrasi,
Kecamatan Banggai Tengah masuk dalam wilayah Kabupaten Banggai Laut. Namun
dalam direktori BPS, kode Kabupaten untuk Banggai Laut belum ada sehingga semua
Kecamatannya masih tercatat dalam wilayah Kabupaten Banggai Kepulauan.
Untuk ST2013, Kecamatan
Banggai Tengah mendapat jatah 2 tim. Masing-masing tim terdiri dari 4 orang
dengan wilayah kerja masing-masing tim 4 desa. Total desa di Banggai Tengah ada
8 desa yang terbagi atas 18 blok sensus. 18 BS ini dibagi 2 menjadi 9 blok sensus
untuk masing-masing tim.
Jika dilihat dari
kekompakan tim, tim 2 lebih kompak dibanding tim 1. Ini dikarenakan wilayah
tugas tim 1 di desa-desa bagian atas dan jauh. Rumah para petugasnya pun
berjauhan. Sedangkan tim 2, desa-desa wilayah tugasnya di bagian bawah, desanya
sambung-menyambung dan terletak di poros jalan. Rumah para petugasnya pun
berdekatan. Ini juga memudahkan Kortim mengumpulkan petugas di pagi hari untuk briefing
sebelum mencacah.
Para petugas tim 2 ini
sangat bersemangat dan benar-benar menghayati pekerjaan mereka sebagai
pencacah. Sebelum pukul 07.00 pagi mereka sudah berkumpul di rumah Kortim
lengkap dengan atribut pencacah dan memakai sepatu pula. Saya pernah mengatakan
pada mereka sebaiknya tidak usah memakai sepatu karena kondisi cuaca yang
sering hujan dan jalanan yang becek, kasian sepatunya nanti kotor dan cepat
rusak. Tapi mereka malah menjawab, “Kami menghargai pekerjaan bu, karena menjadi
petugas BPS tidak mudah. Banyak yang ingin, tapi hanya kami yang terpilih. Kami
bangga menjadi petugas BPS…” Saya tersenyum mendengar itu. Kata mereka lagi,
bentuk penghargaan dan rasa bangga menjadi bagian dari BPS adalah dengan
memakai sepatu ketika mencacah. Wah, saya terharu. Cepat-cepat saya memalingkan
wajah ke arah lain karena tiba-tiba saja mata saya jadi berkaca-kaca…
Selama masa pencacahan
berlangsung yang hampir sebulan lamanya, selama itu pula petugas saya memakai
sepatu setiap kali mencacah. Tidak lupa dengan atribut lengkap ST2013. Bahkan
petugas MK dari Kabupaten yang melakukan monitoring di wilayah kerja tim 2
–ketika saya tanyakan mengenai petugas yang bersepatu, hanya untuk meyakinkan
saja apa benar mereka memang bersepatu setiap kali mencacah- mengakui bahwa
memang petugasnya bersepatu. Padahal ketika MK datang kesitu, hari sudah senja,
menjelang magrib. Saya sendiri tidak tau kalau petugas MK akan turun hari itu
di Kecamatan Banggai Tengah. Hari itu saya sedang sakit flu sehingga tidak
sempat turun lapangan dan tidak sempat pula menginformasikan ke petugas tim 2
akan adanya tim MK. Alhamdulillah penilaian dari tim MK untuk petugas memuaskan. :)
Bukan hanya soal sepatu
yang membuat saya salut dengan tim 2 ini. Soal kedisiplinan juga. Saya pernah datang ke rumah Kortim pukul
7.00 pagi, berharap bisa menghadiri briefing mereka. Begitu sampai di rumah
Kortim, tidak ada satupun petugas. Istri Kortim mengatakan baru saja mereka
selesai briefing dan langsung menuju rumah responden yang sudah menjadi target
masing-masing. Saya terlambat!
Seperti umumnya di
pedesaan, masyarakat yang berkebun kerap menginap di kebun hingga berhari-hari.
Jika sedang berada di kampung, maka mereka berangkat ke kebun pagi sekali.
Pukul 07.00 pagi jangan harap masih bisa bertemu dengan mereka. Sekali pergi
bisa berhari-hari di kebun karena kebunnya jauh dan tidak efisien untuk
bolak-balik setiap harinya. Petugas tim 2, berdasarkan instruksi Kortim, sudah
menunggu di depan pintu rumah responden jam 5 subuh, dengan maksud begitu
respondennya membuka pintu untuk keluar rumah, langsung dicegat dan didata
terlebih dahulu. Jika tidak begitu maka akan susah menemui responden tersebut.
Bayangkan saja, jam 5 subuh! Tapi mereka tetap bersemangat... mereka sadar akan
tanggung-jawab sebagai pencacah dan selalu mematuhi Kortim.
Saking semangatnya, pencacah
3 mengunjungi rumah pencacah 1 untuk dimutakhirkan berhubung rumah pencacah 1
berada dalam blok sensus yang merupakan wilayah tugas pencacah 3. Sementara itu
pencacah 1 sedang memutakhirkan blok sensus lain yang menjadi wilayah tugasnya
sehingga ketika pencacah 3 mengunjungi rumahnya, pencacah tersebut hanya
bertemu dengan istri pencacah 1. Istrinya lalu mengatakan kenapa tidak tanyakan
langsung pada suaminya saja, kan tiap hari juga bertemu di rumah Kortim?… :D
Saya teringat ketika
pertama kali saya membagikan uang transport. Uang transport tersebut diberikan dalam 2 tahap. Tahap 1
untuk 16 hari pertama dan tahap kedua untuk 16 hari berikutnya. Waktu itu saya
mengumpulkan tim 1 dan tim 2 di rumah Kortim 2. Salah seorang petugas dari tim
2 langsung berkomentar setelah uang transportnya saya berikan, “Ini enaknya
jadi mitra BPS, belum kerja sudah dibayar…” Disambung komentar petugas lain, “Dan
tidak dipotong honornya…” Kamipun tertawa. Hmmm… Cuma BPS yang bisa begitu.
Cuaca memang kurang
bersahabat pada bulan Mei. Hampir setiap hari hujan. Tetapi hal itu tidak
menyurutkan semangat tim 2. Dengan semangat mereka berkata, “Cuaca tidak boleh
dijadikan halangan bu, begitu yang disampaikan oleh ibu Kepala BPS waktu kita
pembukaan pelatihan.” Saya agak terkejut mendengar itu. Tidak menyangka petugas
ini masih ingat apa yang disampaikan oleh KBPS Bangkep waktu pembukaan
pelatihan petugas. Saya sendiri tidak ikut hadir di TC yang dibuka oleh KBPS
karena saya sedang bertugas sebagai MC di TC lain yang dibuka oleh Kabid IPDS
Propinsi Sulteng.
Jika mereka ditanya
oleh responden: “Petugas dari mana?” Mereka tidak langsung menjawab, hanya
memperlihatkan ID card dimana tertera
nama mereka berikut nomor pencacah dan ada logo BPSnya. Wah, mereka benar-benar
bangga bisa terlibat dalam kegiatan BPS.
Demikianlah sekilas mengenai dedikasi para
pencacah ST2013 di Kecamatan Banggai Tengah, yang meskipun hari hujan tetap bersepatu
serta rela menahan kantuk dan mencacah di subuh hari demi mendapatkan data dari
responden. Walaupun mereka hanya mitra, tetapi loyalitas dan semangat
bekerjanya tidak kalah dengan pegawai BPS.
Tulisan ini diikutkan dalam lomba menulis dalam rangka Hari Statistik Tahun 2013
Ditulis oleh Nurfiani Ampen, S.E., KSK Kec. Banggai Tengah